BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Salah satu bentuk sikap adalah
prasangka. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui faktra yang
relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian
berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa
dijakikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada
bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk
akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Banyak sekali kekerasan dan
ketidakadilan dalam masyarakat yang berasal dari prasangka. Contohnya pada
suatu daerah dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang
kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan
penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu
kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai
timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan
prasangka dan berbagai gejolak lainnya.
Prasangka sosial menurut Rose, (dalam
Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi
khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat
perkembangan potensi individu secara maksimal. Selanjutnya Steplan (1978)
menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang
dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka
berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran
misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan
bahwa prasangka sosialakan menjadikan kelompok individu tertentu dengan
kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau
bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau
perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan bahwa prasangka sosial
dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan
pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa
dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku
seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang
atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok
lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu
kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat
terealisir dengan baik.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapat beberapa
rumusan masalah diantaranya:
1. Apa
Pengertian dari Prasangka?
2. Apa
Saja Macam-macam Prasangka?
3. Apa
Saja Sumber-sumber Prasangka itu?
4. Bagaimana
Cara Mengatasi Prasangka?
1.3.
Tujuan
Penulisan
Makalah
ini disusun dengan beberapa tujuan diantaranya:
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Prasangka.
2. Untuk
Mengetahui Macam-macam Prasangka.
3. Untuk
Mengetahui Sumber-sumber dari Prasangka.
4. Untuk
Mengetahui Cara-cara dalam Mengatasi Prasangka.
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Prasangka
Definisi
prasangka pertama kali dikenal oleh psikolog dari Universitas Harvard, Gordon
Allpord, yang menulis konsep itu dalam bukunya, “The nature of Prejudice in
1954”. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yaitu pernyataan atau
kesimpulan tentang sesuatu berdasarksan perasaan/ pengalaman yangdangkal
terhadap seseorang/ sekelompok orang tertentu. Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap
anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok
tersebut (Baron & Byrne, 2003). Sedangkan prasangka sosial merupakan gejala
psikologi sosial. Prasangka sosial ini merupakan masalah yang penting dibahas
di dalam intergroup relation. Prasangka sosial atau juga prasangka kelompok
yaitu suatu prasangka yang diperlihatkan anggota-anggota suatu kelompok
terhadap kelompok-kelompok lain termasuk di dalamnya para anggotanya.
Beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial
dari berbagai sudut:
1.
Feldman (1985)
Prasangka
sosial adalah sikap negative terhadap kelompok sosial tertentu yang hanya
didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok itu.
2.
Mar’at (1981)
Prasangka
sosial adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai positif atau negatif tetapi
dugaan itu lebih bersifat negatif.
3.
Kimball Young
Prasangka
adalah mempunyai ciri khas pertentangan antara kelompok yang ditandai oleh
kuatnya ingroup dan outgroup.
4.
Sherif and
Sherif
Prasangka
sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok, berasal dari norma
mereka yang pasti kepada kelompok lain beserta anggotanya.
Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut mempunyai kecenderungan
bahwa prasangka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh
individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain. Prasangka
sosial berhubungan dengan deskriminasi karena definisi prasangka sosial sendiri
cenderung mengarah ke hal negatif dalam suatu kelompok. Menurut Sears, dkk
(1991) bahwa deskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang berdasarkan
(atau setidaknya dipengaruhi oleh) keanggotaan kelompoknya. Deskriminasi dapat
diwujudkan dalam bentuk perlakuan yang berbeda yang didasarkan pada kelompok.
Dapat juga dilakukan dengan perilaku menyerang atau menyakiti anggota kelompok
lain.
2.2.
Macam-macam
Prasangka
Pada umumnya prasangka terdiri dari dua macam yaitu
prasangka baik dan prasangka buruk. Prasangka baik atau dalam bahasa Arab
disebut Husnuzan, husnu yang berarti baik dan zaan yang berarti dugaan atau
prasangka. Dengan demikian, husnuzan berarti berprasangka baik terhadap
seseorang sebelum diketahui keburukannya secara pasti. Sedangkan kebalikannya adalah berprasangka buruk atau
suuzan, su’u yang berarti jelek dan zaan yang berarti dugaan atau prasangka.
Dengan demikian, suuzan berarti berprasangka jelek terhadap seseorang sebelum
diketahui keburukannya secara pasti. Adapun contoh dari prasangka baik dan
prasangka buruk yaitu:
1.
Manatahu yang
diam itu karena berdzikir.
2.
Manatahu yang
senyum itu karena sedekah.
3.
Manatahu yang
masam itu karena mengenang dosa.
4.
Manatahu yang
menawan itu karena bersih hatinya.
5.
Orang senyum
disangka mengejek.
6.
Orang diam
disangka menyendiri.
7.
Orang menawan
disangka pakai susuk.
8.
Orang beribadah
disangka ria.
9.
Orang santai
disangka malas.
Adapun prasangka
menurut ragam jenisnya yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1.
Prasangka Etnik
Prasangka Etnik di dalam suatu masyarakat bisa dilihat
melalui ada tidaknya stereotip etis negative yang berkembang di masyarakat.
Stereotip-stereotip negative yang diletakan pada etnik tertentu merupakan wujud dari adanya prasangka karena stereotip
yang menjadi dasar prasangka. Sebagai contoh, stereotip etnis jawa oleh etnis
cina adalah aji mumpung, santai, dan lamban serta munafik. Etnis jawa dianggap
poligamis dan sering kawin cerai.
2.
Prasangka Agama
Prasangka agama laten terjadi, sejak era nabi Musa dan
Fir’aun, sampai saat ini, kerap terjadi perselisihan antar agama yang bersumber
dari prasangka agama. Penganut Kristiani berprasangka terhadap kaum Muslim, dan
sebaliknya. Mereka juga berprasangka kaum yahudi dan begitu juga sebaliknya.
Sebagai contoh, ada sebuah desa yang kekurangan air bersih menolak bantuan
pengeboran sumur artesis. Sebabnya, karena sang pemberi bantuan adalah kelompok
agama lain. Padahal mereka hanya akan mengecek sumur itu hanya setahun sekali
atau kalau ada kerusakan saja. Warga desa beralasan bahwa jika diberikan ijin,
nanti akan menjadi sarana dakwah bagi mereka.
3.
Prasangka Seks
dan Gender
Prasangka
ini sangat luas mewabah dalam masyarakat. Termasuk dalam prasangka jenis gender
ini adalah prasangka tentang adanya perbedaan kualitas dan kemampuan antara
pria dan wanita. Misalnya, perempuan tidak mampu menjadi pemimpin, perempuan
suka memfitnah, tidak ada laki-laki setia, laki-laki pasti buaya adapun contoh
lain yaitu prasangka terhadap seorang janda yang menganggap bahwa sang janda
akan menjadi penggoda bagi laki-laki, sang janda akan merusak moral anak muda
karena sang janda akan memuaskan nafsu seksualnya dengan menggoda anak muda
tersebut, untuk menghidupi dirinya sang janda akan menjual diri. Prasangka yang
terkait dengan seksualitas juga sangat banyak. Misalnya, perempuan yang
berambut ikal dan bekumis dikatakan memilki nafsu seksual yang besa ataupun
mereka yang memiliki bokong besar dianggap pasti hebat di ranjang.
4.
Prasangka
Politik
Salah satu prasangka politik yang sering terjadi di
masyarakat terhadap aparat pemerintah, baik pegawai negeri, maupun TNI-Polri.
Misalnya, jika ada maling tertangkap, warga akan menghakimi sendiri, karena
mereka tidak percaya pada polisi akan mampu menyelesaikan atau mengurangi kasus
kemalingan. Begitupun jika ada operasi surat kendaraan bermotor, denda yang
dijatuhkan kepada pelanggar diprasangkai akan digunakan polisi untuk
kepentingan pribadi. Sebagian masyarakat juga percaya bahwa tempat perjudian
banyak yang dibeking oleh aparat.
5.
Prasangka Kelas
Sosial
Prasangka kelas sosial paling mudah ditemui pada
mereka yang miskin kepada yang kaya dan sebaliknya dari si kaya kepada si
miskin. Orang kaya berprasangka pada si miskin bahwa mereka miskin karena malas
dan tidak mau bekerja keras. Orang miskin akan diprasangka mencuri sesuatu jika
dibiarkan bebas. Para pemulung biasanya dilarang memasuki daerah orang kaya.
Orang miskin berprasangka bahwa orang kaya sombong dan hanya mengutamakan
kesenangan sendiri. Orang kaya tidak sensitive terhadap lingkungan sekitar.
Mereka yang kaya diprasangkai menggunakan cara0cara tidak halal. Jika ada orang
kaya datang dengan mobil dan perhiasan, mereka diprasangkai sedang pamer
kekayaan.
6.
Prasangka
terhadap Kaum Difabel
Kaum difabel atau penderita cacat tak kurang
mendapatkan prasangka dari mereka-mereka yang normal. Banyak penderita cacat
mengalami diskriminasi karena prasangka terhadap mereka. Misalnya, hanya karena
seorang buta, maka ia tidak boleh masuk kuliah jurusan sastra. Padahal,
kebutaan tidak akan menghalangi si buta dalam proses kuliah. Mereka yang buta
dianggap tidak akan mampu mengikuti pendidikan sewajarnya. Mereka yang catat
namun mencatat sukses, biasanya tetap diprasangkai karena banyak orang yang
menolong dan diberi kemudahan sana-sini, ada saja orang yang mencibir
kesuksesan mereka. Kita tahu, banyak anak cacat, baik cacat mental maupun
fisik, sering mengalami olok-olok dari teman-temannya yang lain. Tidak jarang
ada orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan mereka yang cacat karena
dianggap membawa sial. Penderita cacat juga sering menjadi objek kekerasan.
Mereka tidak diterima dibanyak tempat.
2.3.
Sumber-sumber
Prasangka
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah
perbedaan antar kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi
dalam kuantitas anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas,
serta perbedaan ideologi. Sumber lain dari prasangka adalah kejadian histories.
Sumber
penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu
:
2.3.1
Prasangka Sosial
a.
Ketidaksetaraan
Sosial
Ketidaksetaraan sosial ini dapat
berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka serta agama dan prasangka.
Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan atau perbedaan yang
mengiring ke arah prasangka negatif. Sebagai contoh, seorang majikan yang
memandang budak sebagai individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang
berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri tersebut ditetapkan
untuk para budak. Agama juga masih menjadi salah satu sumber prasangka. Sebagai
contoh kita menganggap agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang
kita anut.
b.
Identitas Sosial
Identitas sosial merupakan bagian
untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan
dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok
tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung
untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri.
c.
Konformitas
Konformitas juga merupakan salah
satu sumber prasangka sosial. Menurut penelitian bahwa orang yang
berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak berkonformitas.
2.3.2
Prasangka secara
Emosional
Prasangka secara Emosional sering
kali timbul dipicu oleh situasi sosial, pada hal faktor emosi juga dapat memicu
prasangka sosial. Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan
agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter.
a.
Frustasi, rasa sakit sering
membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi.
Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan,
rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan
frustasi bagi pihak yang lain.
b.
Kepribadian yang
dinamis Status, untuk
dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang
memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka
adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior. Contohnya adalah ketika
kita mendapatkan nilai terbaik dikelas, kita merasa menang dan dianggap
memiliki status yang lebih baik.
c.
Kepribadian Otoriter, emosi yang ikut
berkontribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter. Sebagai
contoh, pada studi orang dewasa di Amerika, Theodor Adorno dan kawan-kawan
(1950) menemukan bahwa pertikaian terhadap kaum Yahudi sering terjadi
berdampingan dengan pertikaian terhadap kaum minoritas.
2.3.3. Prasangka Kognitif
Sumber prasangka kognitif dapat
dilihat dari kategorisasi. Kategorisasi
merupakan salah satu cara untuk menyederhanakan lingkungan kita, yaitu dengan
mengkelompokkan objek-objek berdasarkan kategorinya. Biasanya individu
dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan etnik. Sebagai contoh, Tom (45
tahun), orang yang memiliki darah Afrika-Amerika. Dia merupakan seorang agen
real estat di Irlandia Baru. Kita memiliki gambaran dirinya adalah seorang pria
yang memiliki kulit hitam, daripada kita menggambarkannya sebagai pria berusia
paruh baya, seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Berbagai
penelitian mengekspos kategori orang secara spontan terhadap perbedaan ras yang
menonjol. Selain menggunakan kategorisasi sebagai cara untuk merasakan dan
mengamati dunia, kita juga akan menggunakan stereotipe. Seringkali orang yang
berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrim dijadikan perhatian dan mendapatkan
perlakuan yang kurang ajar.
Berdasarkan pada perspektif
tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan
sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya
prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang
lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Berkaitan
dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at,(1988)
menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai
berikut :
Kekuasaan
faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas.
·
Fakta akan perlakuan
terhadap kelompok mayoritas dan minoritas.
·
Fakta mengenai
kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. Fakta mengenai unsur
geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki
daerah-daerah tertentu.
·
Posisi dan peranan dari
sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas.
·
Potensi energi
eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya.
Prasangka sosial terhadap kelompok
tertentu bukanlah suatu tanggapan yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan
sesuatu yang dipelajari. Menur
ut
Kossen(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang
menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka
terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar.
2.4.
Cara
Mengatasi Prasangka
a.
Mengurangi prasangka
melalui hubungan antar kelompok.
Menurut salah satu teori hubungan antar kelompok yakni ‘the contact
hypothesis’, diasumsikan bahwa anggota kelompok yang berbeda bila melakukan
interaksi satu sama lain akan mengurangi banyak prasangka antara mereka, dan
menghasilkan sikap antar kelompok dan stereotip yang lebih positif. Semakin
banyak dan erat interaksi yang terjadi maka prasangka dan stereotip negatif
akan semakin berkurang.
Tidak semua interaksi bisa mengurangi prasangka. Interaksi yang
mengurangi prasangka harus memenuhi setidaknya empat syarat berikut.
1.
Adanya dukungan sosial dan dukungan institusional.
Adanya kerangka sosial dan dukungan institusional bisa mendorong kontak
lebih erat antara kelompok yang berlainan. Dukungan diberikan oleh pihak
otoritas yang berwenang, dalam hal ini bisa pemerintah, sekolah, pemimpin
organisasi, orangtua, dan lain-lain. Otoritas biasanya berada dalam posisi bisa
memberi sanksi (dan rewards) untuk tindakan berparasangka. Jadi,
misalnya ada anak berprasangka terhadap kelompok lain, orangtua bisa memberikan
hukuman. Selain itu adanya peraturan yang tegas dari pihak otoritas tentang
anti-diskriminasi, akan memaksa orang untuk berperilaku dalam perilaku yang
tidak berprasangka.
2.
Ada potensi untuk saling mengenal
“Orang Cina itu pelit, sombong, nggak mau bergaul, seringkali licik”
ujar Vivi, seorang etnis Jawa berkomentar tentang etnik Cina “Kecuali Dewi dan
Diana, mereka baik, tidak seperti orang Cina lainnya” tambahnya melanjutkan.
Dewi dan Diana adalah dua orang teman dekat Vivi yang beretnis Cina.
Apa yang
dikatakan Vivi merupakan tipikal yang umumnya dilakukan oleh orang-orang.
Mereka memiliki stereotip negatif terhadap kelompok lain, tetapi menolak bila
orang yang dikenalnya secara akrab, yang berasal dari kelompok bersangkutan
memiliki stereotip-stereotip itu. Cerita itu menggambarkan bahwa stereotip
negatif dan prasangka tumbuh karena ketiadaan pergaulan yang erat dan akrab
antar pribadi diantara kelompok yang berbeda.
Hubungan
antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota
kelompok yang berlainan bisa mengurangi prasangka secara signifikan. Hubungan
itu mesti dalam waktu yang cukup, dengan frekuensi yang tinggi, dan adanya
kedekatan yang memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antara
anggota kelompok yang berkaitan. Apabila hubungan antar anggota kelompok tidak
memungkinkan terjalinnya hubungan akrab maka kurang bisa mengurangi prasangka
antar kelompok.
Ada tiga
alasan mengapa potensi untuk saling mengenal penting guna mengurangi prasangka.
Pertama, membangun hubungan interpersonal yang fair dan dekat menimbulkan
pikiran untuk menghargai orang lain secara positif, dan diharapkan
digeneralisasikan ke keseluruhan kelompok. Kedua, akan memungkinkan menerima
info baru yang lebih akurat tentang kelompok lain yang menjadikan orang sadar
bahwa kenyataannya ada banyak kesamaan antara kelompok yang berbeda. Menurut
hipotesis similarity-attraction, kesamaan-kesamaan yang dipersepsi
seseorang dengan orang lain dari kelompok lain akan meningkatkan kesukaan pada
kelompok tersebut. Ketiga, seseorang akan menemukan bahwa stereotip negatif
kelompok lain tidak benar. Hal mana akan mengubah pandangan seseorang terhadap
kelompok lain.
3.
Adanya status yang setara antara pihak-pihak yang
berinteraksi
Dalam masyarakat, organisasi, sekolah, atau yang lain, harus ada status
yang setara antara pihak-pihak yang berprasangka sebelum terjadi interaksi.
Jika satu kelompok lebih dominan dibanding kelompok lain, maka interaksi antar
kelompok belum tentu dapat mengurangi prasangka. Misalnya bila satu kelompok
selalu berada dalam posisi berkuasa dan selalu menjadi bos, sedangkan yang lain
yang dikuasai maka hubungan antar kelompok kurang bisa mengurangi prasangka
4.
Adanya kerjasama
Sebuah interaksi akan mengurangi prasangka jika interaksi yang terjadi
berbentuk kerjasama bukannya konflik. Dalam kerjasama itu, juga harus terjadi
ketergantungan. Mendasarkan pada teori realistic-group conflict theory, harus
ada alasan instrumental untuk bekerjasama dan membangun persahabatan. Tujuan
bersama biasanya harus konkret, skala kecil, dan bisa dilakukan bersama-sama.
Contohnya pada saat banjir, semua orang bekerja sama untuk menanggulangi.
Interaksi semacam ini bisa mengurangi prasangka.
b.
Mengurangi Prasangka melalui Sosialisasi
Sosialisasi nilai-nilai prasangka
bisa dilakukan di rumah atau keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Salah
satu media sosialisasi nilai-nilai toleransi adalah media massa, baik berupa
TV, radio, internet, media cetak seperti buku, majalah, koran, buletin dan
lainnya. Prasangka antar kelompok akan berkurang jika media-media itu mampu
memberikan informasi yang positif tentang berbagai kelompok dalam masyarakat.
Keluarga adalah faktor yang sangat penting dalam sosialisasi nilai-nilai
yang mendorong anak-anak tidak berprasangka. Hanya memang, keluarga tidak
menjadi satu-satunya faktor yang dominan. Bisa jadi keluarga yang telah
mendorong sikap berprasangka tetap tidak berhasil membuat anak tidak
berprasangka karena sekolah atau teman-teman sebayanya tidak mendukung upaya
itu. Demikian juga sebaliknya, upaya sekolah untuk mengurangi prasangka mungkin
tidak akan berhasil jika di rumah situasi keluarga tidak mendukung. Ada
beberapa cara yang mungkin berguna dalam upaya mendidik anak-anak dalam
keluarga agar memiliki pemahaman lintas budaya yang tinggi, yang pada
gilirannya akan mengurangi prasangka, yaitu:
1.
Berkata tidak pada komentar yang merendahkan etnis
tertentu. Orangtua harus tegas menyatakan sikap tidak senang, kalau perlu
disertai hukuman secara konsisten atas kata-kata rasis-diskriminatif-etnosentris
yang diucapkan anak-anak. misalnya menegur anak-anak yang berkata-kata
mengumpat teman lainnya dengan kata-kata menghina berdasarkan agama, seperti
“dasar kristen”,”dasar islam”, dan lain-lain.
2.
Menyediakan bacaan yang berpotensi menumbuhkan
kesadaran akan pluralitas, misalnya dongeng-dongeng dari berbagai etnik dari
seluruh nusantara.
3.
Lebih mendorong dengan pujian jika anak berhasil
menjalin hubungan perkawanan dengan anak dari kelompok lain, misalnya dari
etnik lain dan agama lain.
4.
Tidak mentoleransi adanya perlakuan diskriminatif oleh
anak-anak pada teman-temannya hanya karena didasarkan pada latar belakang
kelompoknya. Misalnya mendiskriminasi orang cacat atau agama lain harus diberi
teguran keras, kalau perlu hukuman.
c.
Mengurangi Prasangka Melalui Rekayasa Sosial
Prasangka antar kelompok tidak hanya disebabkan oleh faktor psikologis
semata, tapi juga oleh faktor lainnya, seperti sejarah, ekonomi, politik,
budaya, dan struktur sosial. Karenanya diperlukan adanya political will
yang kuat dari pemerintah untuk melakukan upaya-upaya mengurangi prasangka.
Sebab hanya pemerintah yang memiliki kemampuan melakukan rekayasa sosial secara
luas dan memaksa, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Misalnya,
Semangat penonjolan identitas etnik itu perlu diberi ruang partisipasi dalam
tatanan kebijakan publik, merencanakan pemberdayaan ekonomi rakyat secara adil.
d.
Mengurangi prasangka Melaui Penyadaran Diri
Beberapa hal berikut akan membantu kita mengurangi prasangka yang kita
miliki:
1.
Mengakui bahwa kita berprasangka dan bertekad untuk
menguranginya.
2.
Mengidentifikasi stereotip yang merefleksikan atau
menggambarkan prasangka kita dan mengubahnya.
3.
Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang merefleksikan
atau menggambarkan prasangka kita dan mengubahnya.
4.
Mencari umpan balik dari teman dan rekan yang
berbeda-beda latar belakangnya tentang seberapa baik cara kita berkomunikasi,
apakah terlihat cukup respek pada mereka dan menghargai perbedaan yang ada.
e.
Bersikap berlapang dada dalam bergaul dengan sesama
meskipun ada perbedaan.
f.
Menciptakan suasana yang tentram damai jauh dari rasa
permusuhan.
g.
Meningkatkan saling ketergantungan di antara kelompok
masyarakat (Mutual Interdependency).
h.
Menciptakan tujuan yang harus diperjuangkan bersama (a
common goal).
i.
Intervensi kognitif: memotivasi orang lain untuk tidak
berprasangka, pelatihan (belajar untuk mengatakan “tidak” pada stereotype).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pendapat-pendapat para
ahli dapat disimpulkan bahwa prasangka sosial yaitu suatu sikap negatif yang
diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok
lain. Prasangka sosial berhubungan dengan deskriminasi karena definisi
prasangka sosial sendiri cenderung mengarah ke hal negatif dalam suatu
kelompok. Adapun macam-macam dari prasangka yaitu prasangka baik dan prasangka
buruk. Bila dilihat dari ragam jenisnya prasangka dapat dibagi menjadi enam
jenis diantaranya: Prasangka Etnik, Prasangka Agama, Prasangka Seks dan Gender,
Prasangka Politik, Prasangka Kelas Sosial dan Prasangka Kaum Difabel.
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar
kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas
anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan
ideologi. Sumber lain dari prasangka adalah kejadian histories.
Menurut salah satu teori hubungan antar kelompok yakni ‘the contact
hypothesis’, diasumsikan bahwa anggota kelompok yang berbeda bila melakukan
interaksi satu sama lain akan mengurangi banyak prasangka antara mereka, dan
menghasilkan sikap antar kelompok dan stereotip yang lebih positif. Semakin
banyak dan erat interaksi yang terjadi maka prasangka dan stereotip negatif
akan semakin berkurang. Tidak semua interaksi bisa mengurangi prasangka
.
3.2. Saran
Prasangka adalah faktor yang potensial menciptakan konflik dalam
kehidupan sosial. Tidak akan ada kehidupan sosial yang damai dan saling
dukung bila prasangka hadir di tengah masyarakat. Kita tentu juga tidak
akan nyaman jika terus menerus dirundung prasangka terhadap orang lain.
Kekerasan sangat mungkin muncul jika prasangka dibiarkan. Dalam rangka
membentuk sebuah kehidupan bersama yang bebas kekerasan dan damai, rendahnya
prasangka merupakan prasyarat penting.
Kita tahu, bahwa prasangka akan muncul dalam kondisi rendahnya pemahaman
lintas budaya di masyarakat. Sementara itu, pemahaman lintas budaya adalah
sendi dari sebuah masyarakat multietnik yang sehat, dimana setiap orang sadar
akan perbedaan dan menghargai perbedaan itu. Pemahaman lintas budaya merupakan
kemampuan seseorang untuk memahami perbedaan dan sadar akan adanya perbedaan
budaya, serta mampu menerima adanya perbedaan itu. Pada hakekatnya mengurangi
prasangka sama artinya dengan menumbuhkan pemahaman lintas budaya. Menumbuhkan
pemahaman lintas budaya dan upaya-upaya mengurangi prasangka lainnya, bisa
dilakukan di segenap aspek kehidupan, dimulai dari keluarga, lingkungan
pertetanggaan, sekolah, organisasi, dan masyarakat secara lebih luas. Upaya
mengurangi prasangka bisa dilakukan dalam banyak cara.
DAFTAR PUSTAKA
Auliayoel.blogspot.com/2011/12/psikologi-sosial-prasangka.html?m=1
Bobaldi.blogspot.com/2012/01/prasangka-etnosentrisme-diskriminasi.html?m=1
Haludhi
Khuslan, Abdurrohim Sa’id, 2008. Integrasi
Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama islam 1. Malang: Tiga Serangkai.
Psikologi-online.com/ragam-jenis-prasangka
Psikologi-online.com/strategi-mengurangi-prasangka
Septiamog.blogspot.com/2011/07/definisi-prasangka.html?m=1