Jumat, 24 Oktober 2014



 BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk sikap adalah prasangka. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui faktra yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijakikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Banyak sekali kekerasan dan ketidakadilan dalam masyarakat yang berasal dari prasangka. Contohnya pada suatu daerah dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya.
Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal. Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosialakan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan bahwa prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.

1.2.       Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapat beberapa rumusan masalah diantaranya:
1.    Apa Pengertian dari Prasangka?
2.    Apa Saja Macam-macam Prasangka?
3.    Apa Saja Sumber-sumber Prasangka itu?
4.    Bagaimana Cara Mengatasi Prasangka?


1.3.       Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan beberapa tujuan diantaranya:
1.    Untuk Mengetahui Pengertian Prasangka.
2.    Untuk Mengetahui Macam-macam Prasangka.
3.    Untuk Mengetahui Sumber-sumber dari Prasangka.
4.    Untuk Mengetahui Cara-cara dalam Mengatasi Prasangka.

BAB 11
PEMBAHASAN


2.1.   Pengertian Prasangka
Definisi prasangka pertama kali dikenal oleh psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allpord, yang menulis konsep itu dalam bukunya, “The nature of Prejudice in 1954”. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yaitu pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarksan perasaan/ pengalaman yangdangkal terhadap seseorang/ sekelompok orang tertentu. Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut (Baron & Byrne, 2003). Sedangkan prasangka sosial merupakan gejala psikologi sosial. Prasangka sosial ini merupakan masalah yang penting dibahas di dalam intergroup relation. Prasangka sosial atau juga prasangka kelompok yaitu suatu prasangka yang diperlihatkan anggota-anggota suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain termasuk di dalamnya para anggotanya.
Beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial dari berbagai sudut:
1.      Feldman (1985)
Prasangka sosial adalah sikap negative terhadap kelompok sosial tertentu yang hanya didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok itu.
2.      Mar’at (1981)
Prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai positif atau negatif tetapi dugaan itu lebih bersifat negatif.
3.      Kimball Young
Prasangka adalah mempunyai ciri khas pertentangan antara kelompok yang ditandai oleh kuatnya ingroup dan outgroup.
4.      Sherif and Sherif
Prasangka sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok, berasal dari norma mereka yang pasti kepada kelompok lain beserta anggotanya.
Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut mempunyai kecenderungan bahwa prasangka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain. Prasangka sosial berhubungan dengan deskriminasi karena definisi prasangka sosial sendiri cenderung mengarah ke hal negatif dalam suatu kelompok. Menurut Sears, dkk (1991) bahwa deskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang berdasarkan (atau setidaknya dipengaruhi oleh) keanggotaan kelompoknya. Deskriminasi dapat diwujudkan dalam bentuk perlakuan yang berbeda yang didasarkan pada kelompok. Dapat juga dilakukan dengan perilaku menyerang atau menyakiti anggota kelompok lain.


2.2.   Macam-macam Prasangka
Pada umumnya prasangka terdiri dari dua macam yaitu prasangka baik dan prasangka buruk. Prasangka baik atau dalam bahasa Arab disebut Husnuzan, husnu yang berarti baik dan zaan yang berarti dugaan atau prasangka. Dengan demikian, husnuzan berarti berprasangka baik terhadap seseorang sebelum diketahui keburukannya secara pasti. Sedangkan  kebalikannya adalah berprasangka buruk atau suuzan, su’u yang berarti jelek dan zaan yang berarti dugaan atau prasangka. Dengan demikian, suuzan berarti berprasangka jelek terhadap seseorang sebelum diketahui keburukannya secara pasti. Adapun contoh dari prasangka baik dan prasangka buruk yaitu:
1.      Manatahu yang diam itu karena berdzikir.
2.      Manatahu yang senyum itu karena sedekah.
3.      Manatahu yang masam itu karena mengenang dosa.
4.      Manatahu yang menawan itu karena bersih hatinya.
5.      Orang senyum disangka mengejek.
6.      Orang diam disangka menyendiri.
7.      Orang menawan disangka pakai susuk.
8.      Orang beribadah disangka ria.
9.      Orang santai disangka malas.
Adapun prasangka menurut ragam jenisnya yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1.      Prasangka Etnik
Prasangka Etnik di dalam suatu masyarakat bisa dilihat melalui ada tidaknya stereotip etis negative yang berkembang di masyarakat. Stereotip-stereotip negative yang diletakan pada etnik tertentu merupakan  wujud dari adanya prasangka karena stereotip yang menjadi dasar prasangka. Sebagai contoh, stereotip etnis jawa oleh etnis cina adalah aji mumpung, santai, dan lamban serta munafik. Etnis jawa dianggap poligamis dan sering kawin cerai.
2.      Prasangka Agama
Prasangka agama laten terjadi, sejak era nabi Musa dan Fir’aun, sampai saat ini, kerap terjadi perselisihan antar agama yang bersumber dari prasangka agama. Penganut Kristiani berprasangka terhadap kaum Muslim, dan sebaliknya. Mereka juga berprasangka kaum yahudi dan begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, ada sebuah desa yang kekurangan air bersih menolak bantuan pengeboran sumur artesis. Sebabnya, karena sang pemberi bantuan adalah kelompok agama lain. Padahal mereka hanya akan mengecek sumur itu hanya setahun sekali atau kalau ada kerusakan saja. Warga desa beralasan bahwa jika diberikan ijin, nanti akan menjadi sarana dakwah bagi mereka.
3.      Prasangka Seks dan Gender
        Prasangka ini sangat luas mewabah dalam masyarakat. Termasuk dalam prasangka jenis gender ini adalah prasangka tentang adanya perbedaan kualitas dan kemampuan antara pria dan wanita. Misalnya, perempuan tidak mampu menjadi pemimpin, perempuan suka memfitnah, tidak ada laki-laki setia, laki-laki pasti buaya adapun contoh lain yaitu prasangka terhadap seorang janda yang menganggap bahwa sang janda akan menjadi penggoda bagi laki-laki, sang janda akan merusak moral anak muda karena sang janda akan memuaskan nafsu seksualnya dengan menggoda anak muda tersebut, untuk menghidupi dirinya sang janda akan menjual diri. Prasangka yang terkait dengan seksualitas juga sangat banyak. Misalnya, perempuan yang berambut ikal dan bekumis dikatakan memilki nafsu seksual yang besa ataupun mereka yang memiliki bokong besar dianggap pasti hebat di ranjang.
4.      Prasangka Politik
Salah satu prasangka politik yang sering terjadi di masyarakat terhadap aparat pemerintah, baik pegawai negeri, maupun TNI-Polri. Misalnya, jika ada maling tertangkap, warga akan menghakimi sendiri, karena mereka tidak percaya pada polisi akan mampu menyelesaikan atau mengurangi kasus kemalingan. Begitupun jika ada operasi surat kendaraan bermotor, denda yang dijatuhkan kepada pelanggar diprasangkai akan digunakan polisi untuk kepentingan pribadi. Sebagian masyarakat juga percaya bahwa tempat perjudian banyak yang dibeking oleh aparat.
5.      Prasangka Kelas Sosial
Prasangka kelas sosial paling mudah ditemui pada mereka yang miskin kepada yang kaya dan sebaliknya dari si kaya kepada si miskin. Orang kaya berprasangka pada si miskin bahwa mereka miskin karena malas dan tidak mau bekerja keras. Orang miskin akan diprasangka mencuri sesuatu jika dibiarkan bebas. Para pemulung biasanya dilarang memasuki daerah orang kaya. Orang miskin berprasangka bahwa orang kaya sombong dan hanya mengutamakan kesenangan sendiri. Orang kaya tidak sensitive terhadap lingkungan sekitar. Mereka yang kaya diprasangkai menggunakan cara0cara tidak halal. Jika ada orang kaya datang dengan mobil dan perhiasan, mereka diprasangkai sedang pamer kekayaan.
6.      Prasangka terhadap Kaum Difabel
Kaum difabel atau penderita cacat tak kurang mendapatkan prasangka dari mereka-mereka yang normal. Banyak penderita cacat mengalami diskriminasi karena prasangka terhadap mereka. Misalnya, hanya karena seorang buta, maka ia tidak boleh masuk kuliah jurusan sastra. Padahal, kebutaan tidak akan menghalangi si buta dalam proses kuliah. Mereka yang buta dianggap tidak akan mampu mengikuti pendidikan sewajarnya. Mereka yang catat namun mencatat sukses, biasanya tetap diprasangkai karena banyak orang yang menolong dan diberi kemudahan sana-sini, ada saja orang yang mencibir kesuksesan mereka. Kita tahu, banyak anak cacat, baik cacat mental maupun fisik, sering mengalami olok-olok dari teman-temannya yang lain. Tidak jarang ada orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan mereka yang cacat karena dianggap membawa sial. Penderita cacat juga sering menjadi objek kekerasan. Mereka tidak diterima dibanyak tempat.


2.3.   Sumber-sumber Prasangka
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan ideologi. Sumber lain dari prasangka adalah kejadian histories. Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu :
2.3.1        Prasangka Sosial
a.    Ketidaksetaraan Sosial
Ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka serta agama dan prasangka. Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan atau perbedaan yang mengiring ke arah prasangka negatif. Sebagai contoh, seorang majikan yang memandang budak sebagai individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri tersebut ditetapkan untuk para budak. Agama juga masih menjadi salah satu sumber prasangka. Sebagai contoh kita menganggap agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang kita anut.
b.    Identitas Sosial
Identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri.
c.    Konformitas
Konformitas juga merupakan salah satu sumber prasangka sosial. Menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkonformitas.
2.3.2        Prasangka secara Emosional
Prasangka secara Emosional sering kali timbul dipicu oleh situasi sosial, pada hal faktor emosi juga dapat memicu prasangka sosial. Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter.
a.         Frustasi, rasa sakit sering membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi. Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan, rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak yang lain.
b.        Kepribadian yang dinamis Status, untuk dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior. Contohnya adalah ketika kita mendapatkan nilai terbaik dikelas, kita merasa menang dan dianggap memiliki status yang lebih baik.
c.         Kepribadian Otoriter, emosi yang ikut berkontribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter. Sebagai contoh, pada studi orang dewasa di Amerika, Theodor Adorno dan kawan-kawan (1950) menemukan bahwa pertikaian terhadap kaum Yahudi sering terjadi berdampingan dengan pertikaian terhadap kaum minoritas.

2.3.3.   Prasangka Kognitif
Sumber prasangka kognitif dapat dilihat dari kategorisasi. Kategorisasi merupakan salah satu cara untuk menyederhanakan lingkungan kita, yaitu dengan mengkelompokkan objek-objek berdasarkan kategorinya. Biasanya individu dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan etnik. Sebagai contoh, Tom (45 tahun), orang yang memiliki darah Afrika-Amerika. Dia merupakan seorang agen real estat di Irlandia Baru. Kita memiliki gambaran dirinya adalah seorang pria yang memiliki kulit hitam, daripada kita menggambarkannya sebagai pria berusia paruh baya, seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Berbagai penelitian mengekspos kategori orang secara spontan terhadap perbedaan ras yang menonjol. Selain menggunakan kategorisasi sebagai cara untuk merasakan dan mengamati dunia, kita juga akan menggunakan stereotipe. Seringkali orang yang berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrim dijadikan perhatian dan mendapatkan perlakuan yang kurang ajar.
Berdasarkan pada perspektif tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at,(1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
Kekuasaan faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas.
·           Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas.
·           Fakta mengenai kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki daerah-daerah tertentu.
·           Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas.
·           Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya.
Prasangka sosial terhadap kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari. Menur ut Kossen(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar.

2.4.       Cara Mengatasi Prasangka
a.       Mengurangi prasangka  melalui hubungan antar kelompok.
Menurut salah satu teori hubungan antar kelompok yakni ‘the contact hypothesis’, diasumsikan bahwa anggota kelompok yang berbeda bila melakukan interaksi satu sama lain akan mengurangi banyak prasangka antara mereka, dan menghasilkan sikap antar kelompok dan stereotip yang lebih positif. Semakin banyak dan erat interaksi yang terjadi maka prasangka dan stereotip negatif akan semakin berkurang.
Tidak semua interaksi bisa mengurangi prasangka. Interaksi yang mengurangi prasangka harus memenuhi setidaknya empat syarat berikut.
1.      Adanya dukungan sosial dan dukungan institusional.
Adanya kerangka sosial dan dukungan institusional bisa mendorong kontak lebih erat antara kelompok yang berlainan. Dukungan diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang, dalam hal ini bisa pemerintah, sekolah, pemimpin organisasi, orangtua, dan lain-lain. Otoritas biasanya berada dalam posisi bisa memberi sanksi (dan rewards) untuk tindakan berparasangka. Jadi, misalnya ada anak berprasangka terhadap kelompok lain, orangtua bisa memberikan hukuman. Selain itu adanya peraturan yang tegas dari pihak otoritas tentang anti-diskriminasi, akan memaksa orang untuk berperilaku dalam perilaku yang tidak berprasangka.
2.      Ada potensi untuk saling mengenal
“Orang Cina itu pelit, sombong, nggak mau bergaul, seringkali licik” ujar Vivi, seorang etnis Jawa berkomentar tentang etnik Cina “Kecuali Dewi dan Diana, mereka baik, tidak seperti orang Cina lainnya” tambahnya melanjutkan. Dewi dan Diana adalah dua orang teman dekat Vivi yang beretnis Cina.
Apa yang dikatakan Vivi merupakan tipikal yang umumnya dilakukan oleh orang-orang. Mereka memiliki stereotip negatif terhadap kelompok lain, tetapi menolak bila orang yang dikenalnya secara akrab, yang berasal dari kelompok bersangkutan memiliki stereotip-stereotip itu. Cerita itu menggambarkan bahwa stereotip negatif dan prasangka tumbuh karena ketiadaan pergaulan yang erat dan akrab antar pribadi diantara kelompok yang berbeda.
Hubungan antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota kelompok yang berlainan bisa mengurangi prasangka secara signifikan. Hubungan itu mesti dalam waktu yang cukup, dengan frekuensi yang tinggi, dan adanya kedekatan yang memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antara anggota kelompok yang berkaitan. Apabila hubungan antar anggota kelompok tidak memungkinkan terjalinnya hubungan akrab maka kurang bisa mengurangi prasangka antar kelompok.
Ada tiga alasan mengapa potensi untuk saling mengenal penting guna mengurangi prasangka. Pertama, membangun hubungan interpersonal yang fair dan dekat menimbulkan pikiran untuk menghargai orang lain secara positif, dan diharapkan digeneralisasikan ke keseluruhan kelompok. Kedua, akan memungkinkan menerima info baru yang lebih akurat tentang kelompok lain yang menjadikan orang sadar bahwa kenyataannya ada banyak kesamaan antara kelompok yang berbeda. Menurut hipotesis similarity-attraction, kesamaan-kesamaan yang dipersepsi seseorang dengan orang lain dari kelompok lain akan meningkatkan kesukaan pada kelompok tersebut. Ketiga, seseorang akan menemukan bahwa stereotip negatif kelompok lain tidak benar. Hal mana akan mengubah pandangan seseorang terhadap kelompok lain.
3.      Adanya status yang setara antara pihak-pihak yang berinteraksi
Dalam masyarakat, organisasi, sekolah, atau yang lain, harus ada status yang setara antara pihak-pihak yang berprasangka sebelum terjadi interaksi. Jika satu kelompok lebih dominan dibanding kelompok lain, maka interaksi antar kelompok belum tentu dapat mengurangi prasangka. Misalnya bila satu kelompok selalu berada dalam posisi berkuasa dan selalu menjadi bos, sedangkan yang lain yang dikuasai maka hubungan antar kelompok kurang bisa mengurangi prasangka
4.      Adanya kerjasama
Sebuah interaksi akan mengurangi prasangka jika interaksi yang terjadi berbentuk kerjasama bukannya konflik. Dalam kerjasama itu, juga harus terjadi ketergantungan. Mendasarkan pada teori realistic-group conflict theory, harus ada alasan instrumental untuk bekerjasama dan membangun persahabatan. Tujuan bersama biasanya harus konkret, skala kecil, dan bisa dilakukan bersama-sama. Contohnya pada saat banjir, semua orang bekerja sama untuk menanggulangi. Interaksi semacam ini bisa mengurangi prasangka.

b.      Mengurangi Prasangka melalui Sosialisasi
Sosialisasi nilai-nilai prasangka bisa dilakukan di rumah atau keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Salah satu media sosialisasi nilai-nilai toleransi adalah media massa, baik berupa TV, radio, internet, media cetak seperti buku, majalah, koran, buletin dan lainnya. Prasangka antar kelompok akan berkurang jika media-media itu mampu memberikan informasi yang positif tentang berbagai kelompok dalam masyarakat.
Keluarga adalah faktor yang sangat penting dalam sosialisasi nilai-nilai yang mendorong anak-anak tidak berprasangka. Hanya memang, keluarga tidak menjadi satu-satunya faktor yang dominan. Bisa jadi keluarga yang telah mendorong sikap berprasangka tetap tidak berhasil membuat anak tidak berprasangka karena sekolah atau teman-teman sebayanya tidak mendukung upaya itu. Demikian juga sebaliknya, upaya sekolah untuk mengurangi prasangka mungkin tidak akan berhasil jika di rumah situasi keluarga tidak mendukung. Ada beberapa cara yang mungkin berguna dalam upaya mendidik anak-anak dalam keluarga agar memiliki pemahaman lintas budaya yang tinggi, yang pada gilirannya akan mengurangi prasangka, yaitu:
1.      Berkata tidak pada komentar yang merendahkan etnis tertentu. Orangtua harus tegas menyatakan sikap tidak senang, kalau perlu disertai hukuman secara konsisten  atas kata-kata rasis-diskriminatif-etnosentris yang diucapkan anak-anak. misalnya menegur anak-anak yang berkata-kata mengumpat teman lainnya dengan kata-kata menghina berdasarkan agama, seperti “dasar kristen”,”dasar islam”, dan lain-lain.
2.      Menyediakan bacaan yang berpotensi menumbuhkan kesadaran akan pluralitas, misalnya dongeng-dongeng dari berbagai etnik dari seluruh nusantara.
3.      Lebih mendorong dengan pujian jika anak berhasil menjalin hubungan perkawanan dengan anak dari kelompok lain, misalnya dari etnik lain dan agama lain.
4.      Tidak mentoleransi adanya perlakuan diskriminatif oleh anak-anak pada teman-temannya hanya karena didasarkan pada latar belakang kelompoknya. Misalnya mendiskriminasi orang cacat atau agama lain harus diberi teguran keras, kalau perlu hukuman.

c.       Mengurangi Prasangka Melalui Rekayasa Sosial
Prasangka antar kelompok tidak hanya disebabkan oleh faktor psikologis semata, tapi juga oleh faktor lainnya, seperti sejarah, ekonomi, politik, budaya, dan struktur sosial. Karenanya diperlukan adanya political will yang kuat dari pemerintah untuk melakukan upaya-upaya mengurangi prasangka. Sebab hanya pemerintah yang memiliki kemampuan melakukan rekayasa sosial secara luas dan memaksa, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Misalnya, Semangat penonjolan identitas etnik itu perlu diberi ruang partisipasi dalam tatanan kebijakan publik, merencanakan pemberdayaan ekonomi rakyat secara adil.

d.      Mengurangi prasangka Melaui Penyadaran Diri
Beberapa hal berikut akan membantu kita mengurangi prasangka yang kita miliki:
1.      Mengakui bahwa kita berprasangka dan bertekad untuk menguranginya.
2.      Mengidentifikasi stereotip yang merefleksikan atau menggambarkan prasangka kita dan mengubahnya.
3.      Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang merefleksikan atau menggambarkan prasangka kita dan mengubahnya.
4.      Mencari umpan balik dari teman dan rekan yang berbeda-beda latar belakangnya tentang seberapa baik cara kita berkomunikasi, apakah terlihat cukup respek pada mereka dan menghargai perbedaan yang ada.

e.       Bersikap berlapang dada dalam bergaul dengan sesama meskipun ada perbedaan.

f.       Menciptakan suasana yang tentram damai jauh dari rasa permusuhan.

g.      Meningkatkan saling ketergantungan di antara kelompok masyarakat (Mutual Interdependency).

h.      Menciptakan tujuan yang harus diperjuangkan bersama (a common goal).

i.        Intervensi kognitif: memotivasi orang lain untuk tidak berprasangka, pelatihan (belajar untuk mengatakan “tidak” pada stereotype).














BAB III
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Dari pendapat-pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa prasangka sosial yaitu suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain. Prasangka sosial berhubungan dengan deskriminasi karena definisi prasangka sosial sendiri cenderung mengarah ke hal negatif dalam suatu kelompok. Adapun macam-macam dari prasangka yaitu prasangka baik dan prasangka buruk. Bila dilihat dari ragam jenisnya prasangka dapat dibagi menjadi enam jenis diantaranya: Prasangka Etnik, Prasangka Agama, Prasangka Seks dan Gender, Prasangka Politik, Prasangka Kelas Sosial dan Prasangka Kaum Difabel.
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan ideologi. Sumber lain dari prasangka adalah kejadian histories.
Menurut salah satu teori hubungan antar kelompok yakni ‘the contact hypothesis’, diasumsikan bahwa anggota kelompok yang berbeda bila melakukan interaksi satu sama lain akan mengurangi banyak prasangka antara mereka, dan menghasilkan sikap antar kelompok dan stereotip yang lebih positif. Semakin banyak dan erat interaksi yang terjadi maka prasangka dan stereotip negatif akan semakin berkurang. Tidak semua interaksi bisa mengurangi prasangka



.
3.2.   Saran
Prasangka adalah faktor yang potensial menciptakan konflik dalam kehidupan sosial. Tidak akan ada kehidupan sosial yang damai dan saling dukung  bila prasangka hadir di tengah masyarakat. Kita tentu juga tidak akan nyaman jika terus menerus dirundung prasangka terhadap orang lain. Kekerasan sangat mungkin muncul jika prasangka dibiarkan. Dalam rangka membentuk sebuah kehidupan bersama yang bebas kekerasan dan damai, rendahnya prasangka merupakan prasyarat penting.
Kita tahu, bahwa prasangka akan muncul dalam kondisi rendahnya pemahaman lintas budaya di masyarakat. Sementara itu, pemahaman lintas budaya adalah sendi dari sebuah masyarakat multietnik yang sehat, dimana setiap orang sadar akan perbedaan dan menghargai perbedaan itu. Pemahaman lintas budaya merupakan kemampuan seseorang untuk memahami perbedaan dan sadar akan adanya perbedaan budaya, serta mampu menerima adanya perbedaan itu. Pada hakekatnya mengurangi prasangka sama artinya dengan menumbuhkan pemahaman lintas budaya. Menumbuhkan pemahaman lintas budaya dan upaya-upaya mengurangi prasangka lainnya, bisa dilakukan di segenap aspek kehidupan, dimulai dari keluarga, lingkungan pertetanggaan, sekolah, organisasi, dan masyarakat secara lebih luas. Upaya mengurangi prasangka bisa dilakukan dalam banyak cara.







DAFTAR PUSTAKA


Auliayoel.blogspot.com/2011/12/psikologi-sosial-prasangka.html?m=1
Bobaldi.blogspot.com/2012/01/prasangka-etnosentrisme-diskriminasi.html?m=1
Haludhi Khuslan, Abdurrohim Sa’id, 2008. Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama islam 1. Malang: Tiga Serangkai.
Psikologi-online.com/ragam-jenis-prasangka
Psikologi-online.com/strategi-mengurangi-prasangka
Septiamog.blogspot.com/2011/07/definisi-prasangka.html?m=1